Rabu, 22 Oktober 2014

Filsafat : Fallacies



Secara singkat fallacies dapat diartikan sebagai kegagalan dalam pembentukan pola pemikiran atau pemaknaan yang logis. Atau dalam kata lain suatu pernyataan yang terlihat “benar” namun masih memiliki kesalahan dalam pola pikir dapat dikategorikan sebagai suatu fallacy. Mengapa kita perlu mempertimbangkan untuk memahami fallacy? Jawabannya tidak lain adalah untuk menghindari kita dari kesalahan menyusun logika. Terlebih dalam kaitannya dengan penelitian dan publikasi ilmiah. Kesalahan dalam penyusunan premis (baik mayor maupun minor) akan berakibat pada kesalahan dalam melakukan generalisasi (penarikan konklusi). Kesalahan dalam penarikan konklusi dapat mengakibatkan lemahnya fondasi pemikiran. Dan lemahnya fondasi pemikiran mengakibatkan runtuhnya suatu teori. Berikut ini adalah tulisan mengenai fallacies yang dirangkum dari bab empat (4) buku berjudul Introduction to Logic karangan Irving et al, edisi 14 tahun 2014.

Contoh pernyataan yang memiliki konstruksi pemikiran yang benar, sehingga menghasilkan konklusi yang benar pula.

Semua pegawai Binus wajib mengikuti tes ujian psikotes sebagai standar ujian masuk pegawai. (premis mayor)

 Toni adalah pegawai Binus. (premis minor)

Maka Toni (dapat dipastikan) pernah mengikuti tes ujian psikotes sebelum ia masuk menjadi karyawan Binus. (konklusi)

Dalam artian konstruksi pernyataan saling terhubung/berkaitan dengan fakta (kenyataan) dan menghasilkan konklusi atau simpulan yang logis (valid).

Contoh pernyataan yang terlihat “benar”.

 Semua mahasiswi jurusan sastra berwajah cantik. (premis mayor)
 Mirna adalah mahasiswi jurusan sastra. (premis minor)
 Maka Mirna berwajah cantik. (konklusi)

Dalam hal ini konstruksi pernyataan dan fakta terlihat benar dan memang tidak salah. Namun penarikan kesimpulan masih menimbulkan pertentangan. Di mana hal yang menjadi pertentangan adalah digunakannya pendapat umum (stereotype) sebagai dasar pemikiran premis mayor. Maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah fallacy. Karena baik argumentasi atau fakta secara individual masih memiliki kesalahan tipikal (khusus) pada proses penempatan logika.

Klasifikasi dari Fallacies

Ada beragam jenis fallacy. Irving et al (2014) membagi beberapa macam fallacy ke dalam kategori tertentu agar dapat mempermudah para pengguna logika dalam mengidentifikasi dan menghindari kesalahan konstruksi pemikiran. Adapun kategori fallacy tersebut adalah:


 Fallacies of Relevance (disimbolkan dalam R)
Fallacies of relevance adalah tipe fallacy yang paling sering ditemui. Di mana fallacy tipe ini adalah tipe fallacy yang memiliki pernyataan atau argumentasi yang tidak sesuai dengan konklusinya. Tipe fallacy jenis ini seringkali digunakan oleh para peneliti yang senang “memaksakan” sesuatu pernyataan agar terlihat logis. Ada tujuh fallacy tipe relevance ini, diantaranya: (R1) The appeal to the populace, (R2) The appeal to the emotion, (R3) The red herring, (R4) The straw man, (R5) The attack on the person, (R6) The appeal to force, (R7) Missing the point (irrelevant conclusion).

·         R1. The appeal to the populace (Argumentum ad Populum) : fallacy yang muncul oleh karena konklusinya mengacu pada anggapan yang bersifat popular. Argumen R1 biasanya sering terdapat pada suatu produk iklan. Contoh: Semua perokok selalu diidentikan dengan pria yang jantan. Apabila ada seorang pria tidak merokok, menurut anggapan popular (umum) pria tersebut tidaklah jantan.

·         R2. The appeal to the emotion (appeal to pity) : fallacy yang timbul dari argumentasi pemikiran yang bersifat mengasihani, bermurah hati, ketidak-tegaan atau terkait dengan hati nurani. Argumen R2 biasanya sering terjadi pada kasus-kasus peradilan hokum. Contoh: Semua pelaku pencurian wajib dihukum penjara (ditindak secara pidana). Mak ijah yang berumur 70 tahun mengambil sebuah buah mangga yang jatuh dari pohon tetangga tanpa izin. Maka Mak ijah dapat diklasifikasikan sebagai seorang pencuri dan wajib dihukum penjara.

·         R3. The red herring : fallacy yang argumentasi sebagai pusat perhatian (focus) secara sengaja dialihkan jauh dari permasalahan yang sedang dibahas. Tujuannya adalah untuk membingungkan orang. Argumen R3 lebih sering digunakan dalam politik pencitraan. Contoh: Mr. Rustam Falih Akbar bin Andi Akbar adalah orang terkaya nomor 1 di Indonesia. Hutang Mr. Rustam adalah 10 Triliun rupiah (fakta). Namun, oleh karena Mr. Rustam adalah orang terkaya di Indonesia dan berbagai kampanye di media menyatakannya demikian maka orang-orang awam sudah pasti berpikiran: “apabila melakukan investasi di perusahaan Mr. Rustam akan aman-aman saja tanpa gangguan. Karena Mr. Rustam adalah orang terkaya nomor 1 di Indonesia”.

·         R4. The straw man :  fallacy yang argumentasinya selalu menempatkan posisi “lawan” sebagai posisi yang ekstrim, mengancam, atau tidak masuk akal daripada kenyataan atau fakta yang sebenarnya terjadi. Argumen R4 sering terdapat pada kasus kejahatan yang sengaja ditutup-tutupi untuk melindungi kepentingan tertentu. Contoh:  Militer yang menyerang penduduk sipil dikategorikan sebagai kejahatan perang. Negara X menjatuhkan bom nuklir di Negara Y di Kota Z. Seharusnya Negara X dapat dikategorikan sebagai penjahat perang. Karena secara membabibuta melakukan pemboman di daerah sipil. Menggunakan alasan “World at War” dengan pemikiran fallacy tipe R3 di mana Negara A (sebagai lawan) adalah si pembuat onar dan demi antisipasi ancaman dari pihak Negara A yang mungkin muncul di kemudian hari, maka Negara X dapat lolos dari logika (yang seharusnya) konklusi “penjahat perang”.

·         R5. Argument against the person (Argumentum ad Hominem) : fallacy yang argumentasinya menyerang pihak (orang) tertentu yang sedang memegang peranan. Tujuannya adalah untuk menjatuhkan citra pihak tertentu dengan argumentasi yang tidak didasari fakta yang jelas. Contoh: Semua orang yang memiliki senjata pemusnah massal adalah teroris dan harus dihancurkan. Mr. X memiliki senjata pemusnah massal (klaim Mr. Y). Maka Mr. X adalah teroris dan harus dihancurkan. (apakah benar Mr. X benar-benar memiliki senjata pemusnah massal? Atau hanya klaim Mr. Y ?)

·         R6. The Appeal to Force (Argumentum ad Baculum) : fallacy yang argumentasinya dibekali oleh kepentingan tertentu. Kepentingan tersebut bisa berasal dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan untuk “memaksa”. Contoh pada pemilu presiden Republik Indonesia zaman lalu, di mana semua orang memilih Partai X terutama untuk keluarga dari pegawai pemerintahan. Alasan orang memilih Partai X adalah karena Partai X adalah partai yang sempurna dan tidak ada partai lain yang sebaik Partai X.

·         R7. Missing the Point (Ignoratio Elenchi) : fallacy yang argumentasinya tidak terkonstruksi kuat, sehingga ketika ada bantahan dari argumentasi lain maka argumentasi awal menjadi lemah dan malah mendukung konklusi yang berbeda daripada mendukung argumentasi itu sendiri. Atau dengan kata lain premis-premis awal terbantahkan sehingga menghasilkan konklusi yang mengikuti alur argumentasi si pembantah. Contoh: sering terjadi ketika sidang skripsi atau tesis mahasiswa. Di mana banyak argumentasi-argumentasi dari mahasiswa yang berhasil dibelokkan oleh penguji dan akhirnya semua konklusi menjadi tidak ada esensinya.

Fallacies of defective induction (disimbolkan dalam D)
Meskipun konstruksi premis dalam tiap argument terlihat memiliki relevansi atau keterkaitan dengan konklusinya, namun kerangka pemikirannya terlalu lemah dan tidak efektif. Kerangka pemikiran yang lemah akan menghasilkan konklusi yang tidak akurat pula, hal tersebut dapat menjadi backfire. Ada empat kategori fallacy pada tipe ini, diantaranya: (D1) The argument from ignorance, (D2) The appeal to inappropriate authority, (D3) False cause, (D4) Hasty generalization.

·         D1. The argument from ignorance :  fallacy yang argumentasinya terlihat benar oleh karena belum ada pembuktian mengenai kesalahan dari argumentasi tersebut. Atau argumentasi terlihat salah oleh karena belum ada pembuktian mengenai kebenaran dari argumentasi tersebut. Contoh: pada zaman geosentris, teori bumi sebagai pusat tata surya oleh Ptolemy terlihat benar. Sampai ketika teori Copernicus tentang matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris) barulah teori geosentris terpatahkan.

·         D2. The appeal to inappropriate authority : fallacy yang argumentasinya terlihat atau dirasa benar oleh karena seorang ahli mengatakan bahwa argumentasi tersebut adalah benar. Contoh: sampai saat ini kebanyakan peneliti selalu mengatakan bahwa penelitian dengan metode kuantitatif harus menarik pembuktian hipotesis. Sampai pada temuan-temuan studi yang dirangkum oleh J. W. Cresswell (2009) dalam bukunya, ia mengatakan bahwa sah-sah saja penelitian kuantitatif tidak harus menarik kesimpulan oleh karena “mother nature” dari penganut paham positivis yang selalu menyangsikan produk olahan statistic. Bahkan Raya Fidel (2008) dalam artikel jurnalnya menyatakan bahwa setiap penelitian yang memiliki produk berupa angka dapat disebut sebagai penelitian kuantitatif.

·         D3. False cause :  fallacy yang argumentasinya menempatkan suatu penyebab yang bukan penyebab sebenarnya seolah-olah menjadi suatu akibat terjadinya permasalahan tertentu. Contoh: Kebakaran pasar-pasar tradisional di daerah Jakarta selalu disebabkan oleh hubungan arus pendek atau korsletting listrik. Apakah penyebab lain kebakaran seperti perbuatan sabotase tidak dipertimbangakan sebagai argumentasi premis mayor?

·         D4. Hasty generalization : fallacy yang argumentasinya berdasar pada sejumlah kecil kejadian atau fakta tetapi berani digeneralisasikan sebagai akar masalah atau penyebab dari suatu fenomena. Atau dengan kata lain fakta yang belum valid sudah dijadikan dasar generalisasi. Contoh: Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut statistic tahun 2013 sangat berkurang dibandingkan dengan statistic tahun 2004 jika ditelaah dari jumlah kepemilikan kendaraan bermotor. Salah satu hal yang mungkin dapat menjadi pertanyaan (kontroversi) adalah: Berapa banyak kuota kepemilikan kendaraan bermotor oleh penduduk yang diperbolehkan oleh pemerintah? Dan siapakah yang disurvei? Apakah yang disurvei adalah keluarga dengan anggota keluarga sebanyak ayah, ibu, dan seorang anak dengan kepemilikan empat mobil dan tiga sepeda motor?

 Fallacies of presumption (disimbolkan dalam P)
Terlalu banyak asumsi (fakta yang tidak berdasar) pada premis pernyataan dapat memicu kegagalan dalam penarikan kesimpulan. Di mana kategori tipe fallacy jenis ini diantaranya: (P1) Accident, (P2) Complex question, (P3) Begging the question.

·         P1. Accident : fallacy yang argumentasinya hanya berdasar pada desas-desus. Di mana argumentasinya gagal dijadikan sebagai produk konklusi yang kuat. Contoh: Menurut kabar yang disampaikan secara oral dari beberapa orang teman mahasiswa di Amerika Serikat (AS), apabila kita hidup di AS maka “The American Dream” dapat terwujud dan selamat tinggal hidup miskin. Apabila argumentasi tersebut dijadikan sebagai landasan pemikiran maka dapat menghasilkan generalisasi konklusi yang amat sangat parah.

·         P2. Complex question : fallacy yang argumentasinya berdasar pada premis-premis yang sifatnya mengarahkan kepada suatu hal tertentu didasari dengan motivasi untuk membuktikan sesuatu. Contoh: orang A: Hai B, apakah kamu mencuri dompet milik C?. Orang B: saya tidak mencuri dompet milik C. orang A: Tetapi pada saat itu hanya anda seorang yang berada di ruangan dan berpotensi mengambil dompet milik C.

·         P3. Begging the : fallacy yang konklusinya merupakan suatu argumentasi yang telah dinyatakan atau diasumsikan terlebih dahulu. Contoh: semua pria perokok adalah jantan. Sebab hanya pejantanlah yang berani menantang bahaya. Dalam konteks pria perokok yang dikonsepkan sebagai pejantan adalah pria yang berani mengambil resiko untuk menghisap rokok yang notabene memiliki kandungan zat berbahaya.

Fallacies of ambiguity (disimbolkan dalam A)
Penggunaan frasa atau kata yang memiliki makna ganda, dapat memicu fallacies of ambiguity. Di mana kata-kata bermakna ganda dapat diartikan sebagai kata yang memiliki struktur sama tetapi tidak memiliki pengertian yang dapat dimengerti secara universal. Ada lima kategori pada fallacies tipe ini, diantaranya: (A1) Equivocation, (A2) Amphiboly, (A3) Accent, (A4) Composition, (A5) Division.

·         A1. Equivocation : fallacy yang argumentasinya secara sengaja menggunakan suatu kata atau frasa yang memiliki dua atau lebih pemaknaan. Contoh: Jangan pernah mencari masalah dengan orang “pangkat”. Sebab orang “pangkat” memiliki kekuatan yang kuat di masyarakat. Siapakah orang “pangkat” yang dimaksud? Apakah tentara atau polisi? Pangkat seperti apa yang jangan sampai kita cari bermasalah dengannya? Kekuatan yang kuat adalah kekuatan yang seperti apa? Kuat badan (fisik) atau kuat jiwa corsa-nya?

·         A2. Amphiboly : fallacy yang argumentasinya berdasar pada premis-premis yang premisnya sendiri tersusun atas beberapa kata atau frasa yang memiliki beberapa interpretasi. Sehingga hal tersebut dapat memiliki konklusi dengan beragam interpretasi. Contoh: Dr. Sallick mendonasikan sejumlah uang, bersama istrinya, Gloria, $6.5 juta, kepada Queens College untuk pusat-pusat penelitian. “Gloria” adalah nama sandi untuk pengurangan pajak di Amerika.

·         A3. Accent : fallacy yang argumentasinya mengandung premis-premis yang berdasar pada sebuah penekanan dari beberapa kata. Tetapi konklusinya berdasar pada penekanan lain dari beberapa kata tersebut (yang sama) sehingga menghasilkan pemahaman makna yang berbeda. Atau dengan kata lain A3 adalah jenis fallacy yang ada dalam permasalahan pengucapan atau aksen atau pronouncication. Contoh: Pada liga premier Inggris, pertandingan yang diadakan satu hari setelah hari natal atau 26 Desember adalah “Boxing Day”. Boxing Day yang dimaksud apakah hari pemberian hadiah? Atau hari pertandingan (sepakbola)?

·         A4. Composition : fallacy yang argumentasinya berdasar pada penggunaan fakta sebagian yang digunakan sebagai dasar untuk menginterpretasi fakta secara keseluruhan. Atau dalam kata lain argumentasinya bermakna khusus-umum. Contoh: Semua mahasiswa jurusan teknik informatika pasti pintar dalam segala hal mengenai programming. Maka semua yang berhubungan dengan programming dapat dilakukan oleh mahasiswa teknik informatika. Kemampuan programming membutuhkan spesialisasi, tidak selalu seorang mahasiswa teknik informatika yang menguasai kemampuan web programming dapat menguasai machine programming.

·         A5. Division : tipe fallacy yang merupakan kebalikan daripada fallacy tipe A4 atau composition. Atau dengan kata lain, A5 adalah tipe fallacy umum-khusus. Contoh: Semua kucing adalah karnivora. Anggora adalah jenis kucing. Maka anggora adalah karnivora. pada contoh tersebut argumentasi dan konklusinya adalah valid. Namun pada contoh lain, seperti: Kucing sering ditemui di jalanan. Anggora adalah jenis kucing. Maka Anggora dsering ditemui di jalanan. Argumentasi beserta dengan konklusinya tidak valid karena pada kenyataannya Anggora adalah jenis kucing peliharaan yang berharga mahal.

Pada pendahuluan di atas saya menuliskan bahwa lemahnya fondasi pemikiran akan mengakibatkan runtuhnya suatu teori. Hal tersebut adalah benar, di mana menurut Suriasumantri (2005) runtuhnya suatu teori dan digantikan dengan suatu teori yang baru adalah cara kerja dari evolusi ilmu pengetahuan. Dapat dibayangkan ketika Louis Pasteur tidak pernah berusaha mematahkan teori Generatio spontanea dari Aristoteles. Mungkin sampai saat ini kita (umat manusia) akan selalu beranggapan serangga lalat adalah produk dari daging mati.







Sumber :
Copi, I. M., Cohen, C., & McMahon, K. (2014). Introduction to Logic. Essex: Pearson Education Limited.
Creswell, J. W. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. California, USA: Sage Publications, Inc.
Fidel, R. (2008). Are we there yet?: Mixed methods research in library and information science. Library & Information Science Research, 30, 265-272.
Suriasumantri, J. S. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar