Kamis, 06 November 2014

Yang Berumah di Awan : Samuel Franklyn


Rabu, 05 November 2014
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Windoro adi dan Piawai Nastitie
Oleh : Dwi Aulia Syifayantie

http://print.kompas.com/getattachment/19f73aa7-97a3-4543-a191-56173b8ed213/Samuel-FranklynYang-Berumah-di-Awan
http://print.kompas.com/getattachment/19f73aa7-97a3-4543-a191-56173b8ed213

Saat melihat sosoknya terbaring menghadap layar komputer yang bertengger di antara pipa-pipa di atas dadanya, bayangan pakar fisika Stephen William Hawking yang duduk di kursi roda dengan layar komputer terpasang di depan kursi rodanya lantas muncul. Hawking lumpuh, begitupun Samuel Franklyn (45).

Ketika ditanya tentang Hawking, Sam tertawa dan menjawab “Dalam beberapa hal saya kagum padanya. Tapi, dalam satu hal, saya menentang. Menurut dia, dalam ilmu pengetahuan, Tuhan itu tidak ada. Pertanyaan saya, apakah Hawking pernah bereksperimen untuk membuktikan ucapannya? Hawking memang jagoan teori fisika, tetapi bukan fisika terapan. Padahal, dalam perkembangannya, teori fisika bisa direduksi dengan hukum matematika,” ucap Sam berapi-api saat ditemui di rumah kontrakannya di Jalan Asem, Tanjung Duren, Jakarta Barat, awal September lalu. 

Sam lalu menjelaskan panjang lebar perkembangan ilmu fisika “Belakangan, banyak pakar fisika menyebutkan, pada tingkat fundamental, alam semesta ini bukan terdiri atas materi, melainkan susunan dan pancaran bermacam gelombang,” ujarnya.

Sam yang lulus SMA jurusan fisika itu lalu menghentikan kegiatannya di depan komputer. Ia mengekspresikan diri dengan menggerakkan kedua tangannya tinggi-tinggi saat menjelaskan ilmu fisika, matematika, bahkan metafisika.
Tangan kanannya membetulkan letak sarung yang ia kenakan. Di balik sarung ada selang kateter yang dihubungkan dengan selang sampai ke ruang belakang.

Sejak empat tahun lalu, Sam hanya bisa terbaring. Untuk duduk pun ia tak berdaya. Kejadiannya saat tahun 2010, saat hendak ke kantor, ia jatuh. Kaki kirinya lemas. Beberapa pekan kemudian, perutnya sakit dan kejang. Empat bulan kemudian, lebih dari separuh bagian tubuh besarnya lumpuh.
Dokter mengatakan, tulang belakang Sam retak. Sarafnya terjepit. Ia harus menjalani uji magnetic resonance imaging (MRI). Namun, karena tubuhnya besar, tak ada tabung MRI dan meja operasi yang layak. “Bukan karena saya kegemukan, melainkan karena lingkar tubuh saya besar,” ucap Sam.

Bermacam penyembuhan alternatif ditempuh, tetapi hasilnya belum tampak. “Buang air besar, air kecil, dan membilas badan saya lakukan di atas kasur ini dengan bantuan Mona”. Sebelum merawat Sam, Mona bekerja untuk ibunda Sam sampai sang bunda meninggal.
Lumpuh tidak menghentikan Sam. Tidak bisa pergi bekerja sebagai karyawan tetap, Sam menjadi pekerja kontrak. Awalnya, ia bekerja sebagai pemrogram di Taksi Gamya, lalu pindah ke Galileo Indonesia. 

Paling banyak membantu
 
Bersama temannya, Frans Thamura, Sam membuat materi belajar menggabungkan Java dengan AS/400. Java adalah bahasa program yang diciptakan Sun Microsystem, produsen semikonduktor dan perangkat lunak yang bermarkas di Santa Clara, California, Amerika Serikat.
AS/400 adalah komputer bisnis yang dibuat IBM. AS/400 dikenal sebagai keluarga komputer mid-range untuk sistem komputer multiuser atau komputer tunggal yang bisa berinteraksi dengan lebih dari satu pengguna pada saat bersamaan.

Menurut Sam, pemakaian Java dan AS/400 untuk membangun platform perangkat lunak (software) bisnis adalah investasi baik untuk jangka panjang. Selain menggabungkan Java dengan AS/400, Sam juga kerap membagikan ilmu programming lain secara cuma-cuma.
Loyalitas Sam terhadap sesama programer membuat dia dianugerahi Sun Developer Community Champions tahun 2008. Sam dinilai sebagai developer yang paling banyak membantu orang.
Ketika ditanya apakah merasa rugi telah membagikan ilmu yang bernilai uang kepada sesama programer, Sam menjawab sebaliknya. “Hidup dalam generasi internet membuat orang berlomba-lomba membuat personal brand. Mereka merepresentasikan diri hebat agar mudah mencari pekerjaan. Dengan membantu orang lain, secara tidak langsung personal brand saya terbangun. Orang percaya kemampuan saya dan menawarkan pekerjaan,” ungkap Sam.
 Sam menyatakan kagum dengan Bill Gates, salah seorang pemilik saham Microsoft. Meski demikian, Sam yang menguasai seluruh teknologi Microsoft itu tidak suka cara Gates berbisnis. 
 
Soal berbagi
 
Saat ditanya apakah Sam tidak merasa rugi membagikan ilmunya lewat situs web (website) secara cuma-cuma, ia menjawab, “Wah, pikiran tertutup seperti itu pikiran kuno, usang.” Menurut dia, “orang-orang yang berumah di awan” seperti dia justru mengandalkan personal brand sampai akhirnya dilirik perusahaan besar.

Sam lalu bercerita tentang berkembangnya komunitas digital nomad. Meski sama-sama menjadi orang yang berumah di awan, kaum digital nomad berbeda dengan programer seperti Sam. “Digital nomad bukan hanya soal mencari nafkah, melainkan juga gaya hidup. Kaum digital nomad suka keliling dunia sendiri. Biaya keliling dunia ia peroleh dari menjual program lewat website. Saat uang bekal cukup, ia berhenti menjual program. Saat uang habis, ia kembali bekerja membuat program. Begitu seterusnya sambil terus berpindah dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu negara ke negara lain,” papar Sam.

Saat ditanya apa yang paling menyedihkan, Sam menjawab, “Itu pertanyaan cengeng. Sudahlah, saya merasa hidup saya mengalir seperti orang lain.” Lalu, apa yang membahagiakan? “Ketika teman-teman datang berkunjung,” ucapnya.


SAMUEL FRANKLYN

Lahir:  Jakarta, 25 November 1968
Pendidikan: 

  •  SD, SMP, dan SMA Regina Pacis, Bogor, Jawa Barat
  • Jurusan Manajemen Informatika Universitas  Gunadarma, Jakarta

Prestasi:  

  • Sun Developer
  • Community Champions (2008)

Orangtua:  Winarta Jaya Sentana dan Hana Setyanti Sundari
Saudara:  Dua adik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar