Rabu, 05 November 2014
Sumber : Harian Kompas
Penulis Artikel : Windoro adi dan Piawai Nastitie
Oleh : Dwi Aulia Syifayantie
http://print.kompas.com/getattachment/19f73aa7-97a3-4543-a191-56173b8ed213
Saat melihat sosoknya terbaring menghadap layar komputer yang bertengger di
antara pipa-pipa di atas dadanya, bayangan pakar fisika Stephen William Hawking
yang duduk di kursi roda dengan layar komputer terpasang di depan kursi rodanya
lantas muncul. Hawking lumpuh, begitupun Samuel Franklyn (45).
Ketika ditanya
tentang Hawking, Sam tertawa dan menjawab “Dalam beberapa hal saya kagum
padanya. Tapi, dalam satu hal, saya menentang. Menurut dia, dalam ilmu
pengetahuan, Tuhan itu tidak ada. Pertanyaan saya, apakah Hawking pernah
bereksperimen untuk membuktikan ucapannya? Hawking memang jagoan teori fisika,
tetapi bukan fisika terapan. Padahal, dalam perkembangannya, teori fisika bisa
direduksi dengan hukum matematika,” ucap Sam berapi-api saat ditemui di rumah
kontrakannya di Jalan Asem, Tanjung Duren, Jakarta Barat, awal September lalu.
Sam lalu
menjelaskan panjang lebar perkembangan ilmu fisika “Belakangan, banyak pakar
fisika menyebutkan, pada tingkat fundamental, alam semesta ini bukan terdiri
atas materi, melainkan susunan dan pancaran bermacam gelombang,” ujarnya.
Sam yang lulus
SMA jurusan fisika itu lalu menghentikan kegiatannya di depan komputer. Ia
mengekspresikan diri dengan menggerakkan kedua tangannya tinggi-tinggi saat
menjelaskan ilmu fisika, matematika, bahkan metafisika.
Tangan kanannya
membetulkan letak sarung yang ia kenakan. Di balik sarung ada selang kateter
yang dihubungkan dengan selang sampai ke ruang belakang.
Sejak empat
tahun lalu, Sam hanya bisa terbaring. Untuk duduk pun ia tak berdaya. Kejadiannya
saat tahun 2010, saat hendak ke kantor, ia jatuh. Kaki kirinya lemas. Beberapa
pekan kemudian, perutnya sakit dan kejang. Empat bulan kemudian, lebih dari
separuh bagian tubuh besarnya lumpuh.
Dokter
mengatakan, tulang belakang Sam retak. Sarafnya terjepit. Ia harus menjalani
uji magnetic resonance imaging (MRI). Namun, karena tubuhnya besar, tak ada
tabung MRI dan meja operasi yang layak. “Bukan karena saya kegemukan, melainkan
karena lingkar tubuh saya besar,” ucap Sam.
Bermacam penyembuhan alternatif ditempuh, tetapi hasilnya belum tampak.
“Buang air besar, air kecil, dan membilas badan saya lakukan di atas kasur ini
dengan bantuan Mona”. Sebelum merawat Sam, Mona bekerja untuk ibunda Sam sampai
sang bunda meninggal.
Lumpuh tidak
menghentikan Sam. Tidak bisa pergi bekerja sebagai karyawan tetap, Sam menjadi
pekerja kontrak. Awalnya, ia bekerja sebagai pemrogram di Taksi Gamya, lalu
pindah ke Galileo Indonesia.
Paling banyak membantu
Bersama
temannya, Frans Thamura, Sam membuat materi belajar menggabungkan Java dengan
AS/400. Java adalah bahasa program yang diciptakan Sun Microsystem, produsen
semikonduktor dan perangkat lunak yang bermarkas di Santa Clara, California,
Amerika Serikat.
AS/400 adalah
komputer bisnis yang dibuat IBM. AS/400 dikenal sebagai keluarga komputer
mid-range untuk sistem komputer multiuser atau komputer tunggal yang bisa
berinteraksi dengan lebih dari satu pengguna pada saat bersamaan.
Menurut Sam,
pemakaian Java dan AS/400 untuk membangun platform perangkat lunak (software)
bisnis adalah investasi baik untuk jangka panjang. Selain menggabungkan Java
dengan AS/400, Sam juga kerap membagikan ilmu programming lain secara
cuma-cuma.
Loyalitas Sam
terhadap sesama programer membuat dia dianugerahi Sun Developer Community
Champions tahun 2008. Sam dinilai sebagai developer yang paling banyak membantu
orang.
Ketika ditanya
apakah merasa rugi telah membagikan ilmu yang bernilai uang kepada sesama programer,
Sam menjawab sebaliknya. “Hidup dalam generasi internet membuat orang
berlomba-lomba membuat personal brand. Mereka merepresentasikan diri hebat agar
mudah mencari pekerjaan. Dengan membantu orang lain, secara tidak langsung
personal brand saya terbangun. Orang percaya kemampuan saya dan menawarkan
pekerjaan,” ungkap Sam.
Sam menyatakan
kagum dengan Bill Gates, salah seorang pemilik saham Microsoft. Meski demikian,
Sam yang menguasai seluruh teknologi Microsoft itu tidak suka cara Gates
berbisnis.
Soal berbagi
Saat ditanya
apakah Sam tidak merasa rugi membagikan ilmunya lewat situs web (website) secara
cuma-cuma, ia menjawab, “Wah, pikiran tertutup seperti itu pikiran kuno,
usang.” Menurut dia, “orang-orang yang berumah di awan” seperti dia justru
mengandalkan personal brand sampai akhirnya dilirik perusahaan besar.
Sam lalu
bercerita tentang berkembangnya komunitas digital nomad. Meski sama-sama
menjadi orang yang berumah di awan, kaum digital nomad berbeda dengan programer
seperti Sam. “Digital nomad bukan hanya soal mencari nafkah, melainkan juga
gaya hidup. Kaum digital nomad suka keliling dunia sendiri. Biaya keliling
dunia ia peroleh dari menjual program lewat website. Saat uang bekal cukup, ia
berhenti menjual program. Saat uang habis, ia kembali bekerja membuat program.
Begitu seterusnya sambil terus berpindah dari satu daerah ke daerah lain atau
dari satu negara ke negara lain,” papar Sam.
Saat ditanya
apa yang paling menyedihkan, Sam menjawab, “Itu pertanyaan cengeng. Sudahlah,
saya merasa hidup saya mengalir seperti orang lain.” Lalu, apa yang membahagiakan?
“Ketika teman-teman datang berkunjung,” ucapnya.
SAMUEL FRANKLYN
Lahir: Jakarta, 25 November 1968
Pendidikan:
- SD, SMP, dan SMA Regina Pacis, Bogor, Jawa Barat
- Jurusan Manajemen Informatika Universitas Gunadarma, Jakarta
Prestasi:
- Sun Developer
- Community Champions (2008)
Orangtua: Winarta Jaya Sentana dan Hana Setyanti Sundari
Saudara: Dua adik
Saudara: Dua adik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar