Rabu,
26 November 2014
Sumber:
Harian Kompas
Penulis
Artikel : Frans Sartono
Oleh
: Dwi Aulia Syifayantie
http://www.thejakartapost.com/files/images2/p28-a2_2.main%20story.jpg |
Violis yang pernah bermain untuk konduktor dunia
sekelas Zubin Mehta dan Christoph Eschenbach itu akan bermain bersama anak-anak
jalanan Jakarta. Vionis itu bernama Iskandar Widjaja-Hadar yang akan tampil
dalam Konser Musik di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (27/11) malam.
Persaingan
sangatlah berat bagi solois biola di Eropa. Iskandar Widjaja-Hadar yang berumur
28 tahun termasuk salah seorang yang “beruntung” bisa diperhitungkan dalam
persaingan ketat tersebut. Ia pernah mengikuti jalur kompetisi, namun ia
mengaku kompetisi kurang sesuai dengan jiwanya yang tidak suka “berantem”
dengan sesama musisi.
“Saya lebih
suka menundukkan diri sendiri saja. Kita harus menantang diri sendiri untuk
bekerja keras,” ujar Iskandar yang ditemui di rumah orangtuanya, Ivan Hadar, di
Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Senin (24/11) sore.
Hasilnya, pada
2012 ia diterima untuk beraudisi di depan salah seorang konduktor terbaik
dunia, yaitu Zubin Mehta. Tidak mudah untuk bertemu Mehta yang punya jadwal
konser ketat. Iskandar harus menunggu setahun untuk akhirnya mendapat jadwal
audisi ketika Mehta berada di Florence, Italia. Iskandar yang tinggal di
Berlin, pun terbang ke Italia.
“Saya sangat
beruntung bisa beraudisi dan mendapatkan hasil yang baik. Dia (Mehta) seorang
legenda, termasuk lima besar konduktor terbaik di dunia,” kata Iskandar yang
lebih merasa nyaman berbicara dalam bahasa Inggris dengan Kompas.
“Saya begitu
bahagia bisa bermain untuk dia. Dia mendengarkan permainan saya selama 30
menit. Dia bilang menikmati permainan saya dan menilai saya mempunyai teknik
dan pemahaman tentang musik yang bagus,” ujar Iskandar yang memainkan biola
Stradivarius buatan tahun 1734.
Dari hasil
audisi itu Iskandar, tampil dalam konser dengan orkestra Maggio Musicale
Firenze di bawah konduktor Mehta di Zurich Tonhalle, Swiss. Ini adalah salah
satu gedung konser terbaik di dunia. Tiket konser itu ludes dipesan. Selain
Mehta, Iskandar juga beraudisi dan diterima oleh konduktor Christoph Eschenbach
yang kini menjadi music director pada National Symphony Orchestra dan Kennedy
Center for Performing Arts di Washington DC.
Berbagi cinta
Dari pengalaman
di panggung musik dunia, Iskandar Widjaja datang ke Jakarta untuk bermain
bersama anak-anak jalanan, anak-anak dari keluarga miskin yang terpinggirkan.
Anak-anak
jalanan ini dibina oleh Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) dan Yayasan
Philharmonic Society lewat program Musik yang Membebaskan anak didiknya.
Menurut Ivan
Hadar, musik yang bertema konser bersama anak jalanan ini, akan mengasah
kepekaan rasa, kepekaan pada kondisi sosial, dan kejujuran serta memandirikan.
Bagi Iskandar,
ada benang merah yang sama ketika ia bermain dengan anak-anak jalanan ataupun
musisi profesional, yaitu berbagi rasa cinta pada orang lain.
“Basic musik
itu sama saja, yaitu kita berbagi rasa cinta dan rasa bahagia lewat musik, tak
peduli apakah kita bermain dengan orkestra atau dengan anak-anak,” ungkap
Iskandar.
Tentu saja ada
perbedaan yang bersifat teknis saat bermain dalam orkestra profesional, tetapi
inti bermain musik tetap sama. Ketika bermain dengan anak-anak, yang bahkan
sebelumnya tidak pernah melihat bentuk biola, Iskandar kembali ke hakikat
bermain musik itu.
Selain bermain
dengan anak-anak jalanan, Iskandar dan JPO juga akan memberi pengarahan pada 28
November di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Kepada
anak-anak dan pelajar itu, Iskandar akan memberi motivasi dalam bermain musik.
“Saya akan
sampaikan kepada mereka bagaimana kecintaan saya pada musik. Dan, mungkin itu
bisa menginspirasi mereka karena musik itu tidak hanya menyangkut bagaimana
cara menikmatinya, tapi juga tantangan. Kita harus bekerja agar mencapai
hasil,” ujarnya.
Kebetulan
Iskandar termasuk orang yang dekat dengan anak-anak. Dari pengalaman selama
ini, anak-anak dan remaja merasa nyaman dengannya.
“Di dalam diri
saya, saya merasa seperti anak-anak. Saya ini childlike. Jika saya ketemu
anak-anak, saya merasa mereka tahu bahwa saya ini punya pikiran yang sama
dengan mereka. Jadi, mereka tidak takut dengan saya, ha-ha-ha,” kata Iskandar
yang juga menyukai musik pop, seperti milik Beyonce.
Iskandar
bermain musik sejak umur empat tahun. Orangtuanya menggunakan metode Suzuki
untuk mengakrabkan Iskandar dengan musik. Metode yang dikembangkan musisi
Jepang, Shin’ichi Suzuki (1898-1998), ini berbasis pada teori bahasa ibu bahwa
anak-anak akan mampu belajar dari apa yang ia dengar.
“Saya kira itu
bagus. Anak-anak belajar bahasa ibu dengan sempurna tanpa perlu belajar
gramatika atau dari buku, tapi cukup mendengarkan. Jadi, menurut Suzuki,
anak-anak perlu banyak mendengar musik, lalu mereka bisa belajar untuk
memainkannya tanpa notasi,” kata Iskandar.
Umur 11 tahun,
Iskandar mulai belajar musik ala “sekolahan”, termasuk belajar di perguruan
tinggi sebagai siswa luar biasa. Sejak itu, ia belajar teori musik, analisis
musik, serta hal-hal teknis bermain. “Jadi, saya kira kita membutuhkan
kedua-duanya. Tapi, untuk memulainya, Suzuki sangat membantu.”
Musik itu energi
Bagi Iskandar,
musik merupakan energi yang menghidupkan dirinya. Musik mempunyai efek pada
pikiran manusia. Di dalam musik ada potensi penyembuhan yang membuat orang
hidup. Musik mempunyai kekuatan menyapa dan daya hibur ketika seseorang sedang
dirundung duka.
Menurut
Iskandar, musik juga bisa memberikan pengalaman spiritual. Seorang komposer
bisa membuat musik untuk tujuan spiritual, terutama komposer era barok, seperti
Bach dan Handel.
“Dan, musik
punya efek membersihkan dan menjernihkan pikiran. Segala unsur negatif dalam
diri kita akan luruh. Musik itu energi dan manusia eksis karena energi.”
Iskandar Widjaja-Hadar
- Lahir: Berlin, Jerman, 6 Juni 1986
- Pengalaman:
- Bermain di bawah konduktor Zubin Mehta dengan orkestra Maggio Musicale
Firenze
- Bermain di bawah konduktor Christoph Eschenbach dengan
Munich Philharmonic
- Penghargaan:
- Pemenang The Lotto Promotional Prize 2013 pada The Rheingau Music Festival,
Jerman, untuk solois biola
- Peraih medali emas pada 1st International Hindemith Violin
Competition
- Pemenang I pada The First Federal Prize at Jugend Musiziert (Youth
Making Music)
- Pemenang pada Best Bach dan Best Beethoven Sonata pada The 21st Concorso
Violinistico Internazionale Andrea Postacchini
- Tahun 2013 diterima sebagai solois utama pada Orpheum Foundation
berdasarkan referensi dari Zubin Mehta dan Christoph Eschenbach
Tidak ada komentar:
Posting Komentar